Hei, saya menulis garam kali ini,
untuk memenuhi tugas KMO-5. GARAM ? Iya serius ini tentang bumbu yang setiap
hari kita konsumsi, kristal kecil tapi sangat berarti. Kalau tidak percaya
bumbu ini sangat berarti, coba saja makan tanpa garam 13 hari, mungkin jadi
tahu bagaimana rasanya. Eh ini mau bahas garam apa mau bahas diet mayo ? ... Ayo
kita lanjut bahas garam ya.
Garam yang kita konsumsi sehari-hari
itu memiliki bagian utama yang paling dominan yaitu Natrium Klorida (NaCl), bahan
lainnya juga terkandung dalam garam, terkadang mewarnai garam sehingga garam
tidak berwarna putih bersih.
Garam yang selalu ada di dapur itu,
mengalami dahulu proses untuk memperolehnya. Ada beberapa cara untuk memperoleh
garam di antaranya : 1. penguapan air laut dengan batuan sinar matahari; 2. penambangan
batuan garam (rock salt), dan 3. dari
sumur air garam (brine). Cara yang
paling sering dilakukan di Indonesia adalah melalui penguapan air laut. Dari
ketiga cara tersebut, kandungan NaCl dalam garam yang dihasilkan mencapai lebih
dari 95%.
Dengan panjang
pantai terpanjang kedua di dunia, dan limpahan sinar matahari, Indonesia
memiliki potensi besar sebagai produsen garam. Pembuatan garam dengan cara
tradisional sudah dilakukan turun temurun seperti di Pulau Madura yang sampai
kini dikenal sebagai pulau garam, konon sejak awal abad ke-16, saat Pasukan dari
Kerajaan Klungkung Bali terdesak oleh Pasukan Kerajaan Sumenep, lalu munculah
seorang tokoh bernama Anggasuta yang menjadi penengah, beliau meminta supaya pasukan
tentara Bali jangan dihancurkan dengan jaminan akan mengajarkan cara pembuatan
garam pada masyarakat pesisir Madura. Setelah Anggasuta menetap di Girpapas
Sumenep, beliau mengajarkan cara pembuatan garam dengan cara menguapkan air
laut, kadar garam air laut (salinitas) di sekitar Pulau Madura tinggi, cara
tersebut masih bertahan hingga kini. Setelah berkembang di daerah Pesisir Selatan
Sumenep lalu berkembang ke Pamekasan dan Sampang. Pada jaman penjajahan Belanda,
garam merupakan salah satu komoditas yang dimonopoli.
Pembuatan garam secara tradisional
demikian, tetap bertahan hingga kini karena petambak garam menganggapnya mudah untuk
dilakukan dengan biaya operasional yang relatif murah. Pertama, air laut dialirkan
ke tambak atau lahan penguapan (peminihan) dengan bantuan pompa. Air laut
diuapkan sehingga menjadi air tua. Air tua lalu dialirkan ke meja kristalisasi
dimana akhirnya garam akan mengkristal. Kristal garam diangkut dan disimpan di
gudang penyimpanan. Proses tersebut dapat dilanjutkan dengan pencucian ataupun
dijual sebagai garam curah. Pencucian bertujuan untuk mening-katkan kandungan
NaCl pada garam dengan cara membuang bahan lain seperti unsur
Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya. Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran
akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih.
Hasil penguapan air laut itu merupakan
garam kasar dengan kandungan NaCl sekitar 97%, tergantung dari kualitas air
laut dan faktor lainnya yang mempengaruhi proses kristalisasi garam.
Garam yang
dihasilkan dapat dikategorikan berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai
unsur utama garam, seperti : kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan “baik
sekali” jika mengandung kadar NaCl >95%, “baik” apabila kadar NaCl 90–95%,
dan “sedang” kadar NaCl antara 80–90%, sedangkan yang tidak baik atau kualitas
paling rendah yaitu garam yang mengandung kadar Nacl <80%. Meskipun demikian
yang diutamakan adalah garam yang memiliki kandungan NaCl di atas 95%.
Berdasarkan penggunaannya, garam
dikelompokkan ke dalam jenis : garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi
meliputi garam dapur untuk memasak (termasuk garam meja untuk taburan) dan
garam diet yang memiliki kandungan NaCl rendah. Sedangkan garam industri
memiliki cakupan yang lebih luas, dari industri kimia, industri aneka pangan, industri
farmasi, industri perminyakan, industri pengolahan air, industri penyamakan
kulit, semua kebutuhan garam industri tersebut memiliki spesifikasi tertentu.
Kebutuhan
garam nasional per tahun mencapai sekitar 2.200.000 ton, dimana 1.000.000 ton
untuk kebutuhan konsumsi dan 1.200.000 ton untuk kebutuhan industri. Kapasitas
produksi nasional saat ini 1.000.000 ton pertahunnya dengan rincian dari produksi
garam rakyat sebanyak 700.000 ton dan PT. Garam 300.000 ton. Ada ketidakseimbangan
antara peningkatan kebutuhan garam dengan potensi produksi nasional. Garam industri
dengan kadar NaCl >95% yaitu sekitar 1.200.000 ton sampai saat ini
seluruhnya masih diimpor, karena garam rakyat yang dihasilkan dari sistem
kristalisasi, kualitasnya dianggap masih kurang, dengan kadar NaCl <90% dan masih
banyak mengandung pengotor L
Ada banyak permasalahan dalam sistem produksi
garam rakyat, di antaranya:
1.
Areal yang berpencar
dengan variasi luasan antara 0,5 – 5 Ha perpetak, petak peminihan lebih luas
daripada petak kristalisasi.
2.
Proses yang sederhana,
kurangnya kontrol kepekatan air garam pada setiap alur proses, meja
kristalisasi yang kurang padat juga membuat garam menjadi kurang bersih;
3.
Masalah teknis industri :
peralatan dan cara produksi masih sederhana;
4.
Iklim, di Pulau Jawa masa
kemarau relatif pendek antar 4-5 bulan pertahun dengan kelembaban tinggi; sedangkan
di bagian Timur Indonesia 7-8 bulan pertahun.
5.
Produktivitas lahan masih
rendah antara 60-80 ha/ton/musim.
6.
Kualitas produk masih
rendah, tidak seragam dan sebagian masih memiliki kandungan pengotor.
7.
Sarana dan prasarana yang
belum tertata, sehingga biaya transportasi menjadi tinggi, dan membebani biaya
produksi.
Karena itu diperlukan
upaya peningkatan kualitas produksi garam agar garam rakyat yang dihasilkan
dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri. Jangan sampai terjadi kekurangan
pasokan, sehingga pemerintah mengambil pilihan untuk mengimpor garam meskipun dilakukan
di luar musim panen, mengingat potensi ekonomi dari garam masihlah sangat
besar.
Daftar
Pustaka
Haidawati,
dkk. 2013. Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat PUGAR) di Kabupaten
Jeneponto. Jurusan Ilmu Perikanan, FPIK. Unhas
Rositawati, dkk.
2013. Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk Mencapai SNI Garam
Industri. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol 2 No. 4, Halaman 217 – 225.
Santosa,
I. 2014. Pembuatan Garam Menggunakan Kolam Kedap Air Berukuran Sama. Program Studi
Teknik Kimia. Universitas Ahmad Dahlan. Spektrum Industri. Vol. 12, No. 1, 1 – 112
http://www.kektapesarimadu.com/2015/08/27/mengenal-sejarah-garam-di-madura/