Tentang Saya

Kamis, 28 April 2016

Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya


Hari ini saya mau menikmati hari cuti saya. Niat utama perjalanan ke Lombok untuk naik gunung, tapi ogah rugi ingin sekalian jalan-jalan ke tempat lain. Nah saya mengunjungi ekowisata Wonorejo Surabaya ini, tanpa direncanakan sebelumnya. Gara-gara pesawat dari Bandung delay, jadinya transit di Surabaya pun cuma sebentar, 4 jam saja. Asalnya mau ke Jembatan Suramadu, akhirnya pilih yang lebih dekat. Keluar dari bandara, lalu order gojek untuk berpanas-panas ria melintasi batas Sidoarjo dan Surabaya. Jarak sejauh 17,4 km atau perjalanan sekitar 45 menit dari Bandara Juanda ke lokasi ekowisata ini. Hari sudah sangat terik, terasa sekali panasnya Surabaya.


Berlokasi di Jl. Wonorejo no 1 Wonorejo Rungkut Surabaya, ekowisata ini bukan jam 8 pagi hingga jam 4 sore. Pengunjung harus sudah keluar dari lokasi jam 5 sore. Naah kebetulan bapak gojeknya mau menunggu untuk mengantar kembali ke bandara. Kata saya sekitar 1 jam-an saya di lokasi. Baru masuk ke lokasi, ada beberapa warung di situ. Perlu beli minum, lalu saya menemukan tahu petis. Petisnya enak, tahunya tiis ga berasa, hehe .. Karena tidak menemukan tempat makan yang menarik selera ya akhirnya saya tidak makan siang di situ, cuma 1 tahu dan minum segelas air. 


Karena saya datang nya hari kamis, bukan akhir pekan, pengunjung cuma sedikit dan saya tidak bisa mencoba perahu ini karena biasanya sekitar 10-15 orang baru bisa berangkat ditemani petugas yang menjelaskan seputar kawasan mangrove. 
Tidak apalah, saya bisa menikmati kawasan ini dengan berjalan di jogging track yang nyaman. Melihat banyak yang datang bersama teman-temannya, memang cuma saya yang jalan sendirian. Saya juga menemukan yang sedang foto pre wedding di situ. 


Nah, numpang selfie di perahu, mumpung sepi :D


Tidak ada penumpang lain, nunggu sampai belasan menit, akhirnya saya melanjutkan jalan kaki saja. 


Restorasi Mangrove di Pantai Timur Surabaya ini bertujuan untuk menyelamatkan pantai Timur Surabaya dari abrasi. Luas hutan katanya sekitar 200 ha, mungkin akan makin meluas. 


Sayangnya saya tidak bertemu dengan burung-burung di sini, mungkin karena siang ya.


Langit biru dan pepohonan hijau benar-benar memanjakan mata. 


Berjalan-jalan di hutan mangrove, melalui jogging track jembatan kayu itu. Kalo niat difoto, di dekat pintu masuk lokasi ada jasa studio foto, hasilnya lumayan bagus (ga ditayang di sini ah :)

Setelah 1 jam-an main menikmati hutan mangrove, sesuai janji saya pun kembali ke tempat parkir, kasihan gojek sudah lama menunggu. Melintasi jalur jalan yang sama, makin terik, kulit menghitam. Sampai di bandara, baru sholat duhur dan makan siang sebelum pesawat ke Lombok berangkat. Trip pendek 3 jam di Surabaya terasa memuaskan, alhamdulillah semakin banyak orang peduli dengan kelestarian lingkungan, makin banyak yang tahu bila mangrove memiliki peran untuk menjaga pantai dari abrasi ....

Selasa, 15 Maret 2016

GARAM


Hasil gambar untuk garam

Hei, saya menulis garam kali ini, untuk memenuhi tugas KMO-5. GARAM ? Iya serius ini tentang bumbu yang setiap hari kita konsumsi, kristal kecil tapi sangat berarti. Kalau tidak percaya bumbu ini sangat berarti, coba saja makan tanpa garam 13 hari, mungkin jadi tahu bagaimana rasanya. Eh ini mau bahas garam apa mau bahas diet mayo ? ... Ayo kita lanjut bahas garam ya. 
Garam yang kita konsumsi sehari-hari itu memiliki bagian utama yang paling dominan yaitu Natrium Klorida (NaCl), bahan lainnya juga terkandung dalam garam, terkadang mewarnai garam sehingga garam tidak berwarna putih bersih.
Garam yang selalu ada di dapur itu, mengalami dahulu proses untuk memperolehnya. Ada beberapa cara untuk memperoleh garam di antaranya : 1. penguapan air laut dengan batuan sinar matahari; 2. penambangan batuan garam (rock salt), dan 3. dari sumur air garam (brine). Cara yang paling sering dilakukan di Indonesia adalah melalui penguapan air laut. Dari ketiga cara tersebut, kandungan NaCl dalam garam yang dihasilkan mencapai lebih dari 95%.
          Dengan panjang pantai terpanjang kedua di dunia, dan limpahan sinar matahari, Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen garam. Pembuatan garam dengan cara tradisional sudah dilakukan turun temurun seperti di Pulau Madura yang sampai kini dikenal sebagai pulau garam, konon sejak awal abad ke-16, saat Pasukan dari Kerajaan Klungkung Bali terdesak oleh Pasukan Kerajaan Sumenep, lalu munculah seorang tokoh bernama Anggasuta yang menjadi penengah, beliau meminta supaya pasukan tentara Bali jangan dihancurkan dengan jaminan akan mengajarkan cara pembuatan garam pada masyarakat pesisir Madura. Setelah Anggasuta menetap di Girpapas Sumenep, beliau mengajarkan cara pembuatan garam dengan cara menguapkan air laut, kadar garam air laut (salinitas) di sekitar Pulau Madura tinggi, cara tersebut masih bertahan hingga kini. Setelah berkembang di daerah Pesisir Selatan Sumenep lalu berkembang ke Pamekasan dan Sampang. Pada jaman penjajahan Belanda, garam merupakan salah satu komoditas yang dimonopoli.  


Pembuatan garam secara tradisional demikian, tetap bertahan hingga kini karena petambak garam menganggapnya mudah untuk dilakukan dengan biaya operasional yang relatif murah. Pertama, air laut dialirkan ke tambak atau lahan penguapan (peminihan) dengan bantuan pompa. Air laut diuapkan sehingga menjadi air tua. Air tua lalu dialirkan ke meja kristalisasi dimana akhirnya garam akan mengkristal. Kristal garam diangkut dan disimpan di gudang penyimpanan. Proses tersebut dapat dilanjutkan dengan pencucian ataupun dijual sebagai garam curah. Pencucian bertujuan untuk mening-katkan kandungan NaCl pada garam dengan cara membuang bahan lain seperti unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya. Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih.
Hasil penguapan air laut itu merupakan garam kasar dengan kandungan NaCl sekitar 97%, tergantung dari kualitas air laut dan faktor lainnya yang mempengaruhi proses kristalisasi garam.   
Garam yang dihasilkan dapat dikategorikan berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai unsur utama garam, seperti : kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan “baik sekali” jika mengandung kadar NaCl >95%, “baik” apabila kadar NaCl 90–95%, dan “sedang” kadar NaCl antara 80–90%, sedangkan yang tidak baik atau kualitas paling rendah yaitu garam yang mengandung kadar Nacl <80%. Meskipun demikian yang diutamakan adalah garam yang memiliki kandungan NaCl di atas 95%.
Berdasarkan penggunaannya, garam dikelompokkan ke dalam jenis : garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi meliputi garam dapur untuk memasak (termasuk garam meja untuk taburan) dan garam diet yang memiliki kandungan NaCl rendah. Sedangkan garam industri memiliki cakupan yang lebih luas, dari industri kimia, industri aneka pangan, industri farmasi, industri perminyakan, industri pengolahan air, industri penyamakan kulit, semua kebutuhan garam industri tersebut memiliki spesifikasi tertentu.
Kebutuhan garam nasional per tahun mencapai sekitar 2.200.000 ton, dimana 1.000.000 ton untuk kebutuhan konsumsi dan 1.200.000 ton untuk kebutuhan industri. Kapasitas produksi nasional saat ini 1.000.000 ton pertahunnya dengan rincian dari produksi garam rakyat sebanyak 700.000 ton dan PT. Garam 300.000 ton. Ada ketidakseimbangan antara peningkatan kebutuhan garam dengan potensi produksi nasional. Garam industri dengan kadar NaCl >95% yaitu sekitar 1.200.000 ton sampai saat ini seluruhnya masih diimpor, karena garam rakyat yang dihasilkan dari sistem kristalisasi, kualitasnya dianggap masih kurang, dengan kadar NaCl <90% dan masih banyak mengandung pengotor L
Ada banyak permasalahan dalam sistem produksi garam rakyat, di antaranya:
1.   Areal yang berpencar dengan variasi luasan antara 0,5 – 5 Ha perpetak, petak peminihan lebih luas daripada petak kristalisasi.
2.   Proses yang sederhana, kurangnya kontrol kepekatan air garam pada setiap alur proses, meja kristalisasi yang kurang padat juga membuat garam menjadi kurang bersih;
3.   Masalah teknis industri : peralatan dan cara produksi masih sederhana;
4.   Iklim, di Pulau Jawa masa kemarau relatif pendek antar 4-5 bulan pertahun dengan kelembaban tinggi; sedangkan di bagian Timur Indonesia 7-8 bulan pertahun.
5.   Produktivitas lahan masih rendah antara 60-80 ha/ton/musim.
6.   Kualitas produk masih rendah, tidak seragam dan sebagian masih memiliki kandungan pengotor.
7.   Sarana dan prasarana yang belum tertata, sehingga biaya transportasi menjadi tinggi, dan membebani biaya produksi.
Karena itu diperlukan upaya peningkatan kualitas produksi garam agar garam rakyat yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri. Jangan sampai terjadi kekurangan pasokan, sehingga pemerintah mengambil pilihan untuk mengimpor garam meskipun dilakukan di luar musim panen, mengingat potensi ekonomi dari garam masihlah sangat besar.


Daftar Pustaka
Haidawati, dkk. 2013. Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat PUGAR) di Kabupaten Jeneponto. Jurusan Ilmu Perikanan, FPIK. Unhas
Rositawati, dkk. 2013. Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk Mencapai SNI Garam Industri. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol 2 No. 4, Halaman 217 – 225.
Santosa, I. 2014. Pembuatan Garam Menggunakan Kolam Kedap Air Berukuran Sama. Program Studi Teknik Kimia. Universitas Ahmad Dahlan. Spektrum Industri. Vol. 12, No. 1, 1 – 112
http://www.kektapesarimadu.com/2015/08/27/mengenal-sejarah-garam-di-madura/

Selasa, 01 Maret 2016

Mengapa Menulis itu Penting untuk Saya




Tulisan ini saya buat untuk menyelesaikan PR KMO_5, pengakuan,  hehe ... bila tidak ditantang PR ini mungkin saya juga tidak menulis ini. 

Seberapa penting sih menulis untuk saya ? Ujung-ujungnya ya kembali ke alasan mengapa saya ingin belajar menulis. Banyak ide di kepala yang cuma membuat kepala berdenyut-denyut, tidak sampai tersalurkan menjadi sebuah tulisan, itu alasan utamanya.

Menulis adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki, sebagai bentuk komunikasi, dari jaman sekolah sampai bekerja, banyak sekali tuntutan untuk bisa menulis. Misalnya di jaman dulu saya kelas 1 SD di tahun 1982 lampau, guru SD sudah memberi PR mengarang, nah itu sudah membuat saya bingung, apa yang harus ditulis, jadinya nanya Ibu terus saya tulis kebetulan kelas 1 SD saya sudah lancar membaca dan menulis. Dari situ saya punya kesimpulan, apapun yang dipikirkan sebenarnya bisa dituliskan dan dibaca oleh orang lain. Di usia SMP, hobi menulis cuma dilakukan di buku harian yang berlanjut hingga kuliah, saat menulis di buku harian menjadi saat-saat menenangkan dan menyenangkan, apa yang dirasakan dan dialami saat itu tertumpah di buku harian yang sayangnya tidak berlanjut setelah menikah. Harusnya dilanjutnya ya, untuk mengekpresikan diri  dan mencurahkan perasaan dan gagasan, halaah ...

Keterampilan menulis saat sekolah, juga dirasakan membuat PR, laporan dan tugas-tugas kuliah, riset, skripsi dan yang rutin itu menjawab soal-soal UJIAN !!! Entahlah, jaman dulu kuliah S1 bila dosen memberi soal essay, saya rajin menjawab dengan jawaban panjang dan runtut, kadang sampai membuat teman-teman sebel karena saya minta kertas tambahan. Untuk menyakinkan dosen kita mampu menguasai pelajaran tersebut kan memang baiknya menyampaikan dalam bentuk tulisan dengan pemahaman kita sendiri, bukan cuma sesuai dengan yang pernah diberikan saat kuliah, artinya kita sudah membaca lebih banyak dari yang disampaikan di kelas. Kemampuan akademis menuntut kita membaca lebih banyak, meskipun keterbatasan untuk mendapatkan buku-buku yang diperlukan di saat itu, tidak seperti jaman sekarang, mudah mengakses dari google. Keterampilan menulis juga penting dalam dunia pekerjaan, meskipun laporan-laporan bersifat rutinitas, tapi bila tidak enak dibaca kan kurang bagus ya, saya sering gemas dengan penggunaan ejaan yang kurang pas pada laporan yang bersifat formal kedinasan. 

Manfaat lain yang saya rasakan kenapa harus menulis, adalah mengembangkan pola pikir dan berpikir kritis di saat kita membaca sesuatu. Sering kan, kita di saat membaca novel, trus kita berpikir harusnya begini harusnya begitu, atau lihat di koran, kok wartawan menuliskannya begitu ya, padahal narasumbernya tidak bicara demikian, dan sebagainya. Atau di saat kita memiliki sudut pandang lain atas suatu peristiwa yang terjadi, sebenarnya kita sedang mengembangkan kemampuan kita berpikir, entah dipengaruhi oleh pengetahuan yang pernah kita dapat sebelumnya, bisa juga karena pernah memiliki pengalaman yang sama. 

Kemampuan menulis, juga bermanfaat dalam menyampaikan sesuatu seperti ide atau menceritakan kenangan pada orang lain. Kebiasaan menyampaikan secara runtut memudahkan orang lain sebagai pembaca memahami apa yang disampaikan penulis, tidak sampai jaka sembung bawa golok, eh .. 

Tulisan ini, masa cukup di sini ya ? harusnya masih panjang ,,, cuma waktu takut keburu habis, nulispun numpang meja di warung bakso sepulang kantor,abaikan gambar di atas, kalo keburu sampai di rumah, pegang laptop langsung dipinjam anak batita-ku, mana dia mau tahu ibunya punya PR menulis di KMO_5 ?! hehehe ... 




Rabu, 24 Februari 2016

Gunung Guntur

Ini pendakian saya yang ke-3, di tahun 2016, masih tetap di Garut. Biasanya urutannya begini : Papandayan - Guntur - Cikuray, sesuai dengan tingkat kesulitan, tapi karena menyesuaikan dengan jadwalnya Setapak, saya jadi Papandayan -  Cikuray - Guntur, 3 gunung dalam 2 bulan, seru kaaan ?!

Hari ke-1

Sabtu dini hari jam 1 tanggal 20 Februari 2016, berangkat dari rumah ke arah Cilenyi, dan bertemu team Setapak dari Jakarta di depan RS AMC. Untuk memudahkan pulang, saya bawa motor dan parkir di parkiran RS itu. Situasi di sekitar Cilenyi seperti biasa ramai di tengah malam, bertemu juga dengan konvoi sepeda motor yang akan touring. 

Sabtu masih dini hari jam 3an, bentar banget sampai ke daerah Tarogong, bebas dari kemacetan akhir pekan yang 5 tahunan ini jadi rutin mewarnai Garut. Belanja sedikit tambahan di minimarket depan SPBU Warung Tanjung, lalu lanjut ke arah base camp. 
Sampai di lokasi base camp, duduk-duduk setengah tiduran, rehat dulu sebelum memulai pendakian. Setelah sholat subuh di mushola dekat situ, warung itu membuat saya terkejut. Jadi ingin makan nasi pagi-pagi, karena wangi ayam goreng dari "piring" teman-teman. Nah ada terkejut susulan, karena ternyata ayam gorengnya enak dengan harga super heran: Nasi + ayam goreng + sambal goreng kentang + teh manis, cuma 10 ribu saja ;) , murah pake banget kan ya. Di kampus saja ga bakalan dapat harga segitu. Jadi ada catetan baru untuk saya, jangan menilai makanan dari warungnya, oke ?!
Jam 7an, beres mandi, siap-siap berangkat dan memulai pendakian, diantar sepatu baru tuuh ...


Di depan Pos 1. Dekat penambangan pasir. Saat daftar untuk pendakian. Kondisi cuaca sudah berasa panas. 


Setelah melewati penambangan pasir yang buat muka berasa panas, lalu kutemukan surga itu, pepohonan rimbun dan ada hammock ! BIlang permisi dan mau nyoba hammocknya, pemilik warung dengan ramah mempersilahkan saya.

Nyaman banget loh, ada angin semilir dari sekitar pohon. Ga nyangka jarak puluhan meter dari situ ada penambangan pasir yang gersang.


Rehat di sini, warungnya murah, ada penjual yang ramah, dan tempat duduk yang nyaman. Naiknya jadi ga niih ? apa keburu betah di situ ... 


Trek yang semula pasir, menjadi trek teduh di antara pepohonan, lalu berubah menjadi trek tanjakan batu yang terjal ! Pemandangan Hamparan Kota Garut sudah bisa dilihat di belakang. Berpegangan ke batu lalu menginjak batu, begitu terus sampai di Pos 2. Mau berjalan tegak berasa ditarik ke belakang, seperti (biasanya) saya bawa beban kebanyakan nih. Treking pole saya titip teman, supaya dua tangan bisa pegangan ke batu. 


Saat lelah eh ga lelah sebenarnya, cuma nafas harus diatur supaya tidak terengah-engah apalagi bawa beban dosa carier gede. Katanya pernah ada seorang gadis pendaki yang pingsan di jalur itu, jadi lebih baik mendaki dengan tenang, jangan lihat batu yang terlalu dekat dengan jurang, curam loh, apalagi kalo (masih) takut ketinggian.




Saya nyangkut dulu di batu, duduk rehat menghalangi jalan orang lain, hehe ...  Menikmati pemandangan Garut yang indah, kalo orang Garut yang ganteng ada tuh di rumah.

Naah dari Pos 2 ke Pos 3, treknya berubah lagi, jalan tanah yang terjal. Pake treking pole lagi, biar kubagi beban (di punggung) ini.


Saya sudah mendekati Pos 3. Di sini agak landai jika dibandingkan sebelumnya. Di pos 3 ini kita boleh kemping, dan dekat dengan sumber air. Aneh kan, gersang tapi ada sumber air, nah di Gunung Cikuray yang rimbun, malah jauh dari sumber air. 3 jam perjalanan ke pos 3 banyak diselingi rehat dan foto-foto, namanya juga pendakian santai, bukan perlombaan mencapai puncak, jadi nikmati saja perjalanannya. 


Ini sumber air dekat Pos 3, Sungai Citiis. Saya inginnya nyebur cuma sayang baju, kan nambah berat kalo pulang bawa baju basah. 


Kemping di (dekat) situ, saya makan apa itu ? Puncaknya Gunung Guntur ada di belakang saya. View nya cakep banget dah. Kata penjaga di situ, babi hutan yang sering mampir ke area kemping sudah meninggal, eh apa ketembak ya. Jadi cerita babi hutan yang suka nyeruduk ke tenda, mungkin berakhir di situ. 



Hari ke-2 

Esok harinya Minggu, tanggal 21 Februari 2016, jam 4 kurang mau summit attack, agak siang ya. Banyak rehat juga, trek menuju puncak bisa dilihat ? Nikmati jalurnya, dilarang ngomel kalo naik 1 langkah, merosot 1/4 langkah, fokus melangkah daripada jatuh. Jalurnya luar biasaaaa sodara-sodara .... lihat ke belakang tuur eh lutut bisa ujug-ujug ngaruy. 


Sepertinya ini kemiringan 45-60 derajat ya. Lihat Gunung Cikuray di kejauhan sana, saya saja masih ga percaya bisa ada di puncak gunung itu 3 minggu lalu. Saya mah da apa atuh, cuma berasa pernah jadi  1 titik di antara besarnya gunung, ciptaan Sang Khalik. Malu kalo ada (masih) ada rasa sombong saat berjalan di muka bumi. 


Setelah hampir 2 jam sampai juga di Puncak Bayangan. Mentari masih tertutup awan. Saya suka loh foto yang di bawah ini, berasa jauh panineungan, bukan ngalamun, heu ... Saya sedang bersyukur, semalam di tenda, kesampaian satu cita-cita saya yaitu bisa baca doa khatam Qur'an saat naik gunung. Rasanya dalam banget, menyentuh hati menghujam jantung, mengguncang tulang, hingga saya menangis (bukan sedih), terpaksa saya menepuk-nepuk bahu sendiri ... lebay. Pengalaman batin tiap orang kan beda-beda eaaa ... 

Saya di Puncak Bayangan, di antara siluet Gunung Cikuray dan Galunggung. Itu jaket baru ikut nampang, bukan pamer, saya mah bawaannya seneng aja kalo dapat barang bagus tapi murah, dan berfungsi maksimal.


Saya di Puncak 1, di depan kawah Gunung Guntur. Kawah yang "tertidur" hampir 200 tahun. FYI, Gunung Guntur ini masih aktif. Kawah ini ada di gambarnya Junghuhn, ilmuwan naturalis Eropa yang jatuh cinta dengan gunung-gunung di Pulau Jawa. Hayooo, dia jatuh cinta, masa saya nggaaak ?!


Berkibarlah benderaku di Puncak 1. Saya ga pernah menaikkan bendera, tapi memegang bendera di atas gunung, rasanya gimanaaaa gitu, bangga banget Indonesia begitu cantik. Indonesia yang cantik, saya mah cuma manis :p


Ini kawah Gunung Guntur 


Saya masih di Puncak 1, latar belakang Puncak 2 Gunung Guntur.


Naah karena tanggung sudah sampai situ, dan ada teman yang juga sama berniat ke Puncak 2, alhamdulillah bisa bareng ya Dek. Teman-teman yang lain mau menunggu di Puncak 1. Saat mencapai Puncak 2, eh di belakang saya ternyata masih ada Puncak 3 dan 4. 


Ucang angge di tanda titik GPS Gunung Guntur. Titik GPS ini dibuat oleh Geodesi ITB. Senang banget saya pernah ada di titik itu.


Lihat indahnya pemandangan di Gunung Guntur, bisa dilihat kalo sudah naik ke Puncak 2 ke arah Puncak 3. 


Karena cuma niat ke Puncak 2, lalu kembali ke Puncak 1. Pulangnya turun ke area kemping, karena terlalu curam, tiap melangkah saya jadi jatuh, yah mendingan meluncur jadinya, di situ jalur meluncur, jarak beberapa puluh meter dari jalur naik. 


Siap-siap main perosotan di pasir berbatu, asik banget. Gerak sedikit meluncurnya bermeter-meter. Posisi gaiter masih utuh di celana dan sepatu.


Setelah melalui setengah jalur perosotan, hasilnya ya begini. Gaiter nyengsol karena celana robek, pasir berbatu pun masuk sepatu, ajeb pan ...  ujung treking pole entah dimana lepasnya :D


Sampai di tenda, turun sekitar 1 jam kurang dari Puncak 1. Tanggung kalo ganti baju, jadi cuma bersih-bersih lalu siap-siap pulang. Celana robek tetap dipake lah ,,, amanlah pake pelapis dalam. 

Ini Sungai Citiis setelah hujan, cuma suara air yang mendominasi. Damai terasa. 


Sampai di penambangan pasir Gunung Guntur. Tandanya sudah dekat dengan base camp, bekas hujan terlihat di tanah yang basah. Saya kembali membayangkan enaknya ayam goreng.  


Turun gunung, tuh gunungnya ada di belakang saya. Alhamdulillah saya diberi nikmat sehat hingga bisa melangkah ke sana. 


Sampai di base camp, saya ga kebagian ayam goreng, hwaaaa ingin nangis guling-guling .... jadinya pesan nasi goreng. Makanan apa saja terasa enak kalo naik gunung mah.

Selasa, 02 Februari 2016

Gunung Cikuray


Ini pendakian kedua setelah saya jatuh cinta naik gunung. Iya, sepulang dari Gunung Papandayan di awal Januari 2016, pas ulang tahun ke-40, saya jadi penasaran dengan gunung lainnya. Pantesan Junghuhn menulis "Keinginanku adalah untuk bersegera mendaki dan mengalami suatu hari ketika aku akan bisa berseru : Aku menyambutmu wahai gunung-gunung". Junghuhn ? iya Junghuhn, ilmuwan asal Jerman yang banyak meneliti kondisi alam Pulau Jawa tahun 1800-an. Di pelajaran Biologi sekolahan, masih ingat tentang pembagian iklim berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, karena beliau banyak mengamati gunung-gunung di Tanah Jawa. Dia cinta Bandung, akupun betah di Bandung, aiih ... 

Nah nah nah, setelah diijinkan suami untuk naik lagi, eh tadinya daftar mau naik Manglayang aja dekat Bandung, da saya mah pemula jangan yang susah didaki, ternyata jadwal Trip Setapak ke Manglayang tidak jadi, dialihkan ke Gunung Cikuray. Cikuray ???!! OMG itu gunung yang bentuk kerucutnya siga aseupan di belakang rumah Mertua di Cilawu Garut. Pantesan saya suka terpukau dengan gunung itu. Dikira mau jalur Pemancar di Cilawu, ternyata Jalur Bayongbong. Setelah googling, Jalur Bayongbong, ajib-ajib gitu, jalur paling pendek tapi paling terjal katanya, googling berikutnya ko nemunya kismis di Cikuray ya ?! Ah abaikan saja, padahal ikutan merinding  ... 

Jumat, 29 Januari 2016 tuh kok ya seharian teu puguh dari pagi. Jam 11an janji mau ke tempat rental perlengkapan naik gunung, tutup karena jumatan, nunggu lama samabil makan siang. Jam 12.45 baru beres, angkut perlengkapan ke kantor, trus saya ada acara rapat jam 13an sampe sore. Yang di tempat rental malah nanya, beneran Ibu mau naik Cikuray ?! Lah masa jadi ciut nyali, padahal ijin suami sudah didapat, jawab aja beneraaaan saya mau ke sanaaa ....

Pulang kantor, anak rewel plus ada gunungan baju harus segera disetrika. Daripada acara main malah keingetan kerjaan rumah tangga akhirnya, diselesaikan juga. Ih baru packing jam 21an, matak bete. Mau tidur, tanggung takutnya ketiduran bablas sampai pagi. Jadinya jam 23 baca-baca aja.

Sabtu, 30 Januari 2016.

Jam 24 eh 00, naik taksi ke Cileunyi, mau nunggu rombongan Setapak dari Jakarta. Nunggu di Indomaret Cileunyi, belanja trus numpang ngecharge HP ,,,, mereka datang terlambat karena macet dan saya belum tidur. Jadi ditanyain orang, ada emak-emak mau kemana bawa carrier gede begitu. Saya niat mau tidur begitu masuk mobil, dan saya ga bisa tidur selama menunggu. Beda dengan rombongan waktu ke Papandayan yang semuanya jaim sebelum sampai lokasi, rombongan yang ini mah rame semua, full musiknya berhasil membuat saya tidak bisa tiduur, horeee ... berharap bisa tidur saat sampai di basecamp, harapan yang ternyata salah banget sodara-sodara ...

Tahu kenapa? nah gara-garanya sepele banget, setelah membereskan bawaan di basecamp Tartal saya ke Mesjid. Sholat Subuh sebelum istirahat dan siap-siap mendaki. Naaah, masjid yang itu tipikal banget mesjid di tanah Priangan jaman dulu, ada kulah (kolam kecil) di dekat pintu masuknya. Saya bingung masuk mesjid karena pintu utama ditutup, jamaah yang lain tampak memasuki mesjid dengan menginjak kolam, baca sekali lagi MENGINJAK KOLAM ! Kolamnya tampak dangkal dan aman. Saya pun mengira begitu, ingatnya mesjid At-Ta'awun di Puncak sana, kita masuk mesjid dengan menginjak jalan yang berair, cuma ini versi butek, ga sejernih air di At-Ta'awun. Dengan fulll semangat untuk sholat, lalu kuinjak kolam itu, salahnya terlalu tengaaaaahhh ,,, lalu jebuuurrrr .... huaaaaah hahahaha ternyata dalam. Kaget banget, baju yang mau dipake mendaki pun basah, begitu pula nasib tas slempang, mukena dan jaket, jejejejeje ... aya-aya wae. Daripada balik ke basecamp, mendingan sholat dengan kondisi baju basah, palingan kayak dulu kalo berenang di laut, sholat di perahu juga basah-basahan. Apakah jamaah lain mendengar ada yg kejebur?! Entahlah, mudah-mudahan mereka sholatnya khusuk :D

Lanjut niat tidur ? ya tidaklah sodara-sodara, kudu mandi subuh dan ganti baju berlumpur itu. Baju kotorharus dikemanain coba. Nah setelah beres mandi dan ganti baju, mata sudah ga tahan untuk segera terpejam, tuntutan fisik yang harus dipenuhi haknya ,,,, lalu saya ke saung basecamp, mau tidur, eeehhhh "lapak" yang mau dipake tidurku keburu dipake orang lain!! Musnah sudah harapan untuk tidur, akhirnya ngopi dan menghangatkan perut sebelum berangkat. Belum mendaki sudah begini alur ceritanya ya, hiks menyedihkan ,,,, Saya istigfar dulu, baca Qur'an dulu. Bismillah, semoga dimudahkan semuanya .... ajaib, tiba-tiba baju kotor pun ditawari penjaga Basecamp Tartal untuk dicucikan istrinya. Kabar baik ...

Jam 7an, siap-siap mendaki, ini di depan basecamp Tartal Cintanagara, Bayongbong, jaket basaaaaah kubawa juga, ga bawa cadangan, kumaha atuh ...



Nah, ini perhentian pertama, eh rehat pertama sebelum ke Pos 1. Masih kagak enak perasaan, nelpon-nelpon dulu ya.



Niatkan tekad untuk mendaki, lihat indahnya alam pedesaan di lereng Gunung Cikuray. Hamparan lahan pertanian indah dipandang mata.


Penampakan Gunung Cikuray, si kerucut, dari dekat Pos 1. Di Pos 1 ada tulisan gini : "TIDAK SIAP MENDAKI, SILAHKAN MUNDUR SEKARANG JUGA", 
beuh ....  Pos 1 tempat registrasi.


Ini perjalanan dari Pos 1, melalui kebun sayuran warga. Ada kol, tomat, kentang, cabai. Ada hijau dimana-mana, sampe ingin melalap langsung :p 


Naik-naik ke Puncak Gunung Cikuray, lewati Tanjakan Ombing 1 dan 2 yang tanahnya empuk-empuk gimana gitu. Diiringi rinai gerimis, bikin galau mau pakai jas hujan apa tidak, gegara bawa air banyak, kalo maksa pake jas hujan tebal malah tambah susah bergerak. Jadi nyesel kenapa ga bekal jas hujan sekali pakai, biar ringan. 

 Karena ada peserta lain yang kakinya kram, dan tidak mungkin memaksakan, akhirnya pasang tenda di Pos 3 Kandang Bagong. Di saat senja datang, masih bisa melihat sunset dari celah-celah pohon. Matahari seakan mendekap Gunung Papandayan di ufuk barat sana, uhh. Wangi pohon, rumput dan tanah basah, suasana jadi terasa damai. 
Kedamaian terusik karena tenda kena bocoran air, bangun aja nunggu magrib. 


Euh setekor-tekornya saya kurang tidur, tetap saja saya ga bisa tidur sore. Perjuangan panjang untuk segera dini hari. Abis sholat, saya tidur tapi bangun tiap 30 menit, merasakan badan merosot karena lantai tanah untuk pasang tenda tidak rata, narik badan lalu tidur lagi, merosot lagi, begitu terus, tetesan air kena juga ke sleeping bag, jadi senang banget begitu jam menunjukan jam 2 pagi !

Minggu, 31 Januari 2016
Sepanjang malam itu tidak menemui hal aneh, kismis maksudku,  Alhamdulillah.  
Jam 3an pagi, sudah minum hangat. Lalu minum shake Herbalife, sarapan dini hari.

Dari Pos 4 ke Pos 5 itu Lewati Tanjakan Roheng, ajegileee cakep banget itu tanjakan. untungnya gelap, jadi ga bisa lihat lingkungan seluruhnya, cuma fokus untuk nanjak dan nanjak dan nanjak. Pegang akar pohon, peluk pohon, injak akar, seru, awas kepleset. Hingga sampai di Pos 5 Plesetan, sholat subuh dulu di ketinggian 2.535 mdpl. Puncak mana puncak ??!! Ayo lanjutkan perjalanan, hehe ...   


Sampai di Pos 6 Sanghiyang Bengkonang 2.619 mdpl, sudah kemringetan pake banget. Langit mulai terlihat biru. Abaikan penampilan, sapa juga yang mau lihat, hahaha ... 


Masih menanjak dari Pos 6 menuju Puncak Cikuray. Langit sudah terang. Saat lelah terasa, lihat di sebelah barat sana, Gunung Papandayan dan awan berarak terlihat indah. Subhanallah. 


Alhamdulillah, sampai juga di ketinggian 2.821 mdpl. Dinginnya udara menusuk tulang, gegara jaket basah, saya tinggalkan jaket di tenda. Badan harus terus bergerak agar tidak kedinginan. 


Banyak tenda di sini. Pendaki banyak yang kemping di sini, cuma kebayang aja gimana bawa carrier dari Pos 3 ke pos 6 ya. 


Foto bareng dengan rombongan Setapak Adventur. Open trip gini nambah teman, muda semua ya ? emak-emaknya saya doang. 



Lautan awan berarak di bawah.


Abaikan baju kotor setelah merayap-merayap itu, kotor itu baik asalkan sampai di Puncak Gunung, ya kan ya kan ....


Ini shelter di Puncak Gunung Cikuray. Seberapapun seringnya itu shelter dicat, katanya selalu jadi sasaran vandalisme, ya sudahlah, mungkin mereka kurang bisa mengekpresikan diri di tempat lain.


Mau manjat shelter itu susah, ga ada tangga. Abaikan keinginan nongkrong di atas shelter.


Latar belakang arah utara, kita bisa lihat Gunung Guntur, Gunung Manglayang, Tangkuban Parahu, Burangrang, dari sini. Arah Timur, bisa lihat Gunung Ciremay dan Slamet. 


Melihat arah selatan, cuaca cerah begini bisa melihat indahnya garis pesisir selatan Garut. 


Berkibarlah benderaku, abaikan dengkul sapa ituh ga jelas.


Lelahnya hilang, kenangannya akan tetap tersimpan.
 Turun gunung yuuuk, ini penampakan Tanjakan Roheng saat siang, mau seluncur ??!



Kece banget kan itu Tanjakan Roheng, hehe .... 




siap-siap ah untuk trip lanjutan ....